After First Rain feat. Blood Lily [photo essay]


_MG_2552-22

Blood Lily  (Haemanthus muftiflorus) has been my curiosity object of photography since I realized it always bloom in the end of every year. When the reds blossom, they mean there will be a rain, the first rain in Baluran mostly. Once I took the picture then I realized it’s not as easy as it seem. Red-crowned spherical flower looked very nice shape as my camera took the scene. But when I came into micro perspective then I found it’s too hard to put the point of view. They are all same red, same yellow stamens and crowd! Continue reading

Blambangan Peninsula, What the Hell(s)?


It is my second visit to Alas Purwo National Park since 2004. Alas Purwo NP (APNP) is the nearest national park from Baluran NP, though it doesn’t mean I got there at any time I want. I thought Ijen crater more interesting to be a photograph spot for both wildlife (birds) and landscape. Ijen, with the mountainous rain forest was supposed to be the greatest place for any bird photographers, and the view of the crater could be more beautiful than any, even Bromo! So, I went  to Ijen more frequently was reasonable, wasn’t it?

But, at least, until yesterday, seemed like that I’d been wrong. 2 days trip in APNP was enough to made a proof  that this place is absolutely the best place as bird photographing or birdwatching as well. With 227 list of bird species by Grantham (2000), APWP is one of the best of the rest of lowland rain forest in Java. Continue reading

Mencari Cahaya Tuhan


Cahaya Tuhan™, istilah yang bukan baru di telinga saya. Apalagi kalau sampeyan sering ikut pengajian atau setidaknya tidak tidur waktu khotib berkotbah di hari Jum’at. Tapi istilah ini menjadi begitu berbeda saat Pak Bas mengomentari satu foto saya saat Ekspedisi FOBI kemarin. Saya sodorkan lcd Canon 50D saya kepadanya. Foto sederhana dari seekor laba-laba yang baru saya dapat itu tidak langsung dia komentari. Dia hanya terdiam, dan terucaplah kata-kata itu, “Cahaya Tuhan!”. Jadilah istilah itu saya bumbuhi TM di belakangnya yang berarti adalah istilah baru dalam fotografi untuk kategori macro “tidak wajar”. Jadi kalo ada yang mau pake istilah itu dalam fotografi harus ijin sama yang punya ™ itu tadi. Continue reading

The Story of the Red-eyed Black Birds


To found this bird wasn’t my expectation. First, it’s a rare species in Baluran. Secondly, I’ve lost time a lot with no bird pictures on my frames, I almost forget how to photograph a birds. When I talk about to capture him, there will be thirdly which has a worst weather: cloud and windy. Yes, I met them with all completely limited matters. The only things I must say thanks to God are the new both EOS 7D and the god damned EF 400 mm f/2.8 IS USM. And I don’t wanna talk about those great shits. Just great!

Continue reading

Dari Atas, Dari Bawah, Kau Selalu Mempesona, Sayang [photo essay]


Baluran, dulu nama ini sangat asing bagi saya, bahkan ketika pertama kali kaki saya mendarat di atas tanahnya. Sempat melegenda oleh savananya yang menawan dengan satwa-satwa berukuran besar di tengah-tengahnya pada tahun 80an sampai awal 2000an. Lalu kangker Akasia mulai menggerogoti keindahannya. Banteng, Kerbau dan Babi Hutan pun pergi entah kemana. Savana Baluran ditinggalkan sendiri melawan kanker ganas dalam tubuhnya. Di saat kangker Akasia terus menggerogoti Baluran, banyak orang mulai lupa dan meninggalkan Baluran. Tapi sekali lagi, tidak ada yang tidak menawan di tanah kering ini. Di manapun kaki menginjak dan mata anda memandang, saya selalu terpesona dengan kecantikannya.

Invasi Akasia itu sudah membentuk tipe hutannya sendiri yang... how do I call this?

Di luar hutan Akasia, bunga Kapasan Kuning yang mengering di musim kemarau adalah keindahan yang sering tidak disadari.

Dan Kapasan Kuning sebelum puncak kemarau di tengah-tengah savana

Saat pantai Bama memasuki surut jauh, Cangak Laut adalah salah satu burung yang paling sering muncul.

Masuk sedikit ke dalam hutan, Pelatuk Sayap-Merah yang selalu menjadi incaran para pengamat burung adalah jenis pelatuk paling umum di Baluran

Bangau Sandang Lawe kala hujan lebat menyerbu savana Bekol, kesempatan yang jarang ada.

Atau bapak-ibu yang lagi mejeng di "savana Bekol"?

Atau sunrise di Bama?

Atau cahaya pagi yang memanggil-manggil rerumputan?

Menyelinap ke dunia bawah laut. Dunia lain dengan wajah yang sama sekali berbeda melengkapi keindahan Baluran.

Pingin lihat Lionfish close up? It's no a big deal...

Atau menggoda anemon fish ini?

Ah, Sayangku, dilihat dari sisi manapun, kau tetap mempesona...

Bad Time on A Great Place [photo essay]


Perjalanan saya ke Sulawesi beberapa bulan yang lalu benar-benar meninggalkan kesan yang… gak tahu harus menyebutnya menggunakan istilah apa? Senang? Biasa? Agak kecewa? Mungkin juga sangat kecewa! Mengunjungi Taman Nasional Bantimurung yang katanya surga kupu-kupu saya justru tidak menemukan satupun yang membuat saya terkagum-kagum. Endemisitas? Saya belum membuktikan dengan mata dan lensa saya. Mungkin kah saya salah musim? Atau konon katanya kawasan karst dengan lanskap sangat indah ini pernah mengalami over hunting terhadap beberapa jenis satwanya. Kupu-kupu sudah pasti target perburuan utama karena kalo sampeyan datang ke sana, puluhan penjual menawarkan dagangannya berupa awetan kupu-kupu dalam jumlah sangat besar! Dari mana mereka berasal? Penangkaran? No way! Saya yakin itu pasti dari alam. Itu baru yang dijual lokalan, belum yang dikirim ke luar kota apalagi ekspor. Tiga kali saya ke Bantimurung, dan mungkin hanya hari terakhir saja saya merasakan sedikit kepuasan melihat bentang alam kawasan karst yang sangat menawan.

Bantimurung day 2. Lamproptera meges (Zinken, 1831), Green Dragontail, satu-satunya kupu yang bisa mengobati rasa ingin tahu tentang tanah surga kupu-kupu Bantimurung

Bantimurung day 2. Dua anak kecil di perkampungan Patunuang, gak dapat foto kupu-kupu, anaknya orang pun jadi korban

Bantimurung day 3. Saya gak tahu apa nama desa ini, tapi saya benar-benar terkesan dengan keindahan bentang alamnya. Sebuah desa kecil, terpencil dan dikelilingi bukit-bukit karst yang menawan

Bantimurung day 3. Masih di desa yang sama. What a peaceful place.

Bantimurung day 3. Si Atun, orang yang bertanggung jawab sehingga saya terdampar di Sulawesi, dan yang menyesatkan saya di Bantimurung. Beberapa hari setelah saya pulang, dia nge-tag foto-foto burung-burung Sulawesi jepretan dia yang bikin saya langsung misuh-misuh!

Bantimurung day 3. Jika sampeyan ingin mengunjungi desa terpencil nan menawan itu, maka satu-satunya sarana transportasi yang ada hanya lewat sungai. Oh God, a lovely place at the worst time!

Dan akhirnya, Bandara Udara Hassanudin. Time to end this weird trip.

Motret Manuk Neh… Ki Mung Tumben Po Ben Ra Dihujat Bareng2?


Saya sampai lupa, kapan terakhir saya motret burung. Apalagi setelah setelah punya istri baru dengan lensa macronya. Lebih apalagi lagi setelah laras panjang andalan sedang opname di rumah sakit dan sampai sekarang belum ada kabar jadi mati atau cacat seumur hidup. Mungkin karena efek ngerjain buku burung edisi Inggris kali ya? Rasanya kok sampai muneg-muneg kalo lihat burung.

Catatan penting 2010, Ceyx rufidorsa oleh Imam Taufiqurrahman

Berawal dari BBC 2011 kemaren saat saya ditunjukin foto Ceyx rufidorsa oleh peserta dari Kepulauan Ceko, si Petr. Saya langsung kaget, terperangah, terengah-engah, gemeteran dan hanya keluar dua kata F… M.! Disusul fotonya Imam dengan korban yang sama, keluar lagi dua kata M….. A..! Saya sama sekali tidak mengira kalo ada Ceyx di Baluran. Karena berdasarkan pengalaman ketemu Ceyx di Bali Barat, dia itu sukanya sama hutan yang rapat, lalu dia nangkring di ranting yang rendah atau akar pohon yang dekat dengan air. Nah itukan bukan Baluran banget, meskipun ada juga sih spot-spot kayak gitu. Proficiat! Continue reading

Karena Musik Tidak Untuk Di-Fanatik-i


Saya, dari dulu paling gak suka sama grup musik yang menonjolkan keislamannya. Meskipun saya bisa menangis tersedu-sedu saat mengumandangkan sholawat nabi, atau fly saat mendengar alunan musik-musik yang dibawakan Kyai Kanjeng. Tapi tetap saya dari dulu gak pernah tertarik mendengarkan lagu-lagu yang dibawakan oleh group nasyid atau vokalis yang menonjolkan keislamannya. Aneh, hipokrit? Ya, tapi itulah yang terjadi.

Mungkin hanya Soneta dan Bimbo, dua grup lawas yang bisa menghiburku. Apalagi kalo sudah mendengarkan lagunya Ungu yang sok religius itu, bukannya damai hati bisa-bisa langsung kesurupan saya. Mungkin sampeyan ingat beberapa tahun terakhir ini banyak group pop yang jualan lagu islami tentunya dengan gaya musik dan lirik apa yang mereka tahu tentang Islam. Continue reading

Morning Morning Beauty in the Wild Wild East [photo essay]


Sudah lama banget saya ingin mosting ini, foto-foto dan sedikit tulisan tentang bagaimana cahaya pagi hari menguasai wilayah imajinasi saya. Atau kadang-kadang nggak cuma menguasai saja, bahkan menyulap. Menyulap kepala yang berat, mata capek dan jiwa yang penuh sesak sehabis lemburan tadi malam.

Dan jemari cahayanya mulai meng-gerayahi langit dan ombak-ombak kecil Pantai Bama.

Bama Sunrise yang Terkenal Itu. Nikon D200. f/9, 1/15, ISO 500.

Lalu dia menyapa para penghuni hutan. Merak Hijau mengembangkan ekor glamornya untuk menyambut cahayanya yang redup tapi centil. Hampir semua satwa, cahaya pagi selain berarti semalam tidak ada yang memburu mereka juga berarti bahwa kehidupan hari ini harus ditunaikan. Dimulai dengan menjereng bulu-bulu di tubuhnya yang lembab oleh embun malam. Menjaga bulu tetap kering, berarti menjaga keindahan dan keawetan mahkota mereka.

Ritual Alam Menyambut Pagi. Nikon D200. f/6.3, 1/4000, ISO 560.

Kita sering melupakan makhluk kecil macam belalang ini. Tapi siapa yang tahu, di balik ke-sepele-annya, dia adalah makhluk kecil yang sangat cantik yang bisa menghibur sampeyan. Tubuhnya yang kecil itu membuat seakan-akan dia tembus cahaya. Cahaya pagi yang keemasan itupun gak pake di-filter nyangkut begitu saja ke sensor kamera, menangkap warna tubuhnya yang meng-emas pula.

"Selamat Pagi", kata belalang. Canon 50D. f/10, 1/125, ISO 800.

Dan rerumputan Baluran, how do I can tell you about her?

Ada yang bilang, “Photography is painting with light.” Di alam tidak sesuatu yang jelek atau bagus, semua hanya masalah bagaimana sampeyan menyeting shutter speed dan bukaan diafragma lalu memilih angle terbaik supaya semua unsur di alam bisa dimanfaatkan – salah satunya cahaya.

Find the way to see the hidden. Canon 50D. f/4, 1/ 320, ISO 640.

Embun adalah nafas pagi. Dimanapun udara bertebaran, dia terperangkap di dalamnya. Sayap kupu-kupu yang tersusun dari jutaan sisik adalah perangkap terbaik. Itu sebabnya kenapa kupu-kupu banyak ditemukan di tempat terbuka daripada di bawah tajuk hutan yang rapat. Dia membutuhkan matahari untuk menjaga sayapnya yang mudah basah itu tetap kering. Sayap kering berarti akan menjaga sayap dari jamur dan warna yang menyala.

Lycaenid ini akan terus berdiam diri, tidak beranjak terbang, sampai semua tubuhnya terjemur sinar matahari. Sampai embun di sayapnya menguap dan mengering.

Masih Menunggu Cahaya Pagi. Canon 50D. f/9, 1/50, ISO 800.

Canon 50D. f/4, 1/25, ISO 800.

Canon 50D. f/9, 1/25, ISO 800.

Canon 50D. f/9, 1/200, ISO 800

Meskipun matahari belum naik sepenuhnya. Ketika masih ada yang bermasalah dengan kecantikan dan perawatan tubuh. Beberapa warga sudah harus mencari nafkah. Untuk membeli beras dan sebongkah berlian (Wali Band, 2011)

Laba-laba Aku Gak Tahu Namanya tidak perlu menunggu terik untuk berburu makanannya. Canon 50D. f/7.1, 1/40, ISO 800

Ok. Jadi begitulah sodara-sodara sekalian. Baluran tidak melulu savana dan banteng. Ada dunia kecil di bawah sana yang tidak kalah menantang dan misterius menunggu ide kreatif dalam kepala sampeyan. Saya tidak bilang foto-foto saya di atas punya nilai kreatifitas tinggi. Saya cuma belajar tidak silau sama sesuatu yang wah, belajar menghargai sesuatu yang sepele. Berburu foto tidak harus pergi ke tempat-tempat menarik dan indah, apalagi sampai harus menghabiskan banyak duit. Sekali lagi, mainkan saja otak sampeyan lalu implementasikan apa yang ada dalam kepala sampeyan melalui shutter speed, aperture, dan angle. Kalo boleh agak lebay, motto kita di Baluran adalah Watch and Smile.