Menerima Surat Keputusan (SK) dari kepala balai TN. Baluran setahun yang lalu, hati saya gembiranya bukan kepalang. Tidak ada yang lain karena dalam SK itu menyebutkan kalau saya ditugaskan di Resort Labuhan Merak (Labrak). Resort terjauh di Baluran, tanah “bermasalah” dengan masyarakat eks HGU PT. Gunung Kumitir, jalan setapak belasan kilometer, banyak pelanggarnya dan sudah tentu tempat paling menakjubkan di Baluran.
Bayangan saya langsung berhamburan membayangkan ribuan ekor sapi, janda-janda bertubuh montok, anak-anak kecil berkulit kusam, kantor resort yang tenang, malam yang gulita, savana membentang sejauh mata memandang dan laut biru berpantai pasir putih. Ah, dan di bawah laut biru itu terumbu-terumbu karang berserta penduduknya memadati kepala saya.
Seminggu yang lalu, peralatan selam Baluran pun saya boyong ke Labrak. Saya terpaksa menunggu setahun sejak kepindahan saya untuk memboyong peralatan yang sak bajek kere itu karena harus menunggu habis ‘musim barat’. Musim barat adalah istilah para nelayan saat angin dari Barat mengguncang ombak sehebat-hebatnya. Jangankan saya yang masih utuh berwujud manusia, para nelayan yang sudah bersirip bahkan berinsang saja masih mikir-mikir kalau mau melaut di musim barat.
Dan sekarang adalah musim terbaik kalau mau bermain-main di laut. Airnya licin kayak seterika, kata orang Ambon. Tujuan pertama saya sudah pasti blok “rahasia”. Rahasia karena punya pemandangan bawah laut yang sangat indah dan belum banyak orang tahu. Bukannya pelit, tapi untuk sementara, sebelum ada regulasi yang tegas terhadap pelanggar perairan di Baluran, kami tidak mau lokasi ini menjadi banca’an para pengebom atau tukang kompresor yang suka mengambil spesies-spesies indah untuk dijual.
Dan seperti perkiraan, lokasi ini masih indah dan mempesona.
Namun bukan itu yang membuat saya nyengir-nyengir sendiri kalau melihat hasil hunting minggu kemarin. Ternyata masih ada lokasi yang, sebenarnya gak terlalu biutiful tapi, bisa jadi banyak dicari oleh para penyelam.
Berhadapan dengan komplek kampung dan puluhan kandang sapi serta berpasir hitam, saya tidak menyangka perburuan saya mencari makhluk ini berakhir. Adalah Pacific Spaghetti Eel (Gorgasia japonica) atau nama kerennya Garden Eel, ikan yang membuat saya selalu penasaran mencari titik-titik yang dalam di Baluran. Konon, ikan ini hanya ditemukan di bawah 20 meter sampai 30 meter. Dan titik penyelaman di depan kandang-kandang sapi itu cukup 6 meter untuk menemukan ikan yang membuat saya teringat Kraken dalam film Clash of the Titans ini.
Yes, ikan dari famili Heterocongridae yang gayanya mirip monster laut ini ternyata mudah ditemukan di tempat dimana berkwintal-kwintal tlethong (kotoran sapi) dibuang dan puluhan orang ngising setiap harinya. Saya belum tahu apakah ada hubungan antara kotoran organik ini dengan kelimpahan plankton menu utama si monster. Cuma, yang menjadi masalah adalah, mereka bukan jenis ikan murahan yang mudah difoto close up. Setiap kali didekati serta merta mereka akan nyungsep ke dalam lubang persembunyiannya. Njajal kuat-kuatan ditunggu dekat lubang, cuma kepala saja yang dikeluarkan! Ah… coba saja kalau ini di darat, mau berapa jam pun ayo tak ladeni. Masalahnya sekarang saya main tandang, isi tabung juga ada batasnya. Mending ngacir saja cari Nudibranch.
Berita baiknya, saya tidak perlu repot-repot ngengkol mesin perahu untuk menyambangi mereka. Lokasi kantor resort yang tidak jauh dari perkampungan memudahkan saya turun kapan saja. Bibir pantai hanya berjarak 50an meter dari kantor resort. Tinggal plung lap… Ah… Benar-benar resort surga…
nggumun ya? lulusan mana to? kehutanan ngu ge em? pantes
**nggeh den, danem ebtanase mboten kuat damel mlebet biologi undip 😛
jiiiiiiiiinngggg
Ini hebatnya Pengendali Ekosistem Hutan yg satu ini, bisa juga mengendalikan Ekosistem Laut dan Sapi….
slulup diantara telethong yang mengapung di laut 🙂
antara passion, hobi & idealisme menjadi satu dalam profesi, mantap….