Seseorang, di dalam hidupnya, tidak pernah dipisahkan dari “sesuatu” yang menyertai sejarahnya. “Sesuatu” itu bisa bermacam-macam. Tergantung bagaimana seseorang memaknai perjalanan hidupnya dan menghargai setiap detail peran alam semesta di sekitar sejarahnya. Banyak yang percaya bahwa di balik orang kuat ada wanita yang kuat pula. Atau di setiap kejayaan raja-raja, pasti memiliki patih yang sakti mandraguna. Bahkan seorang Muhammad, yang jelas-jelas dibekingi sama Allah full dan seluruh malaikatnya, tetap membutuhkan sosok Khadijah dan Abu Tholib pada masa-masa awal kenabiannya.
Nah, kalo saya, fotografer abal-abal, penulis belajaran, dan blogger kumatan ini, sudah pasti juga punya beking kuat. Istri saya? Sudah pasti. Tapi saya tidak mau ngrasani dia di sini. Biarkan dia menjadi rahasia terbesar dan terindah yang hanya saya miliki seorang. Kata-kata tidak akan mampu menterjemahkan definisinya. Menceritakan siapa istri saya kepada orang lain akan jauh lebih sulit daripada menceritakan sedapnya sambel tomat ibu saya kepada orang lain sehingga orang yang mendengarkan cerita itu bisa merasakan hal sama dengan yang dirasakan oleh lidah saya. Semacam menyamakan persepsi lidah tentang sambel melalui indera mata dan telinga. Bisa dibayangkan bagaimana susahnya.
Nah, untuk itu saya cerita yang ringan-ringan tapi sangat berarti karena dia hampir selalu menemani kemanapun saya pergi menjelajahi Baluran. Baik bapak-ibu sekalian, saya perkenalkan istri kedua saya yang selama ini selalu luput dari ekspos media manapun, dialah… WiWin! Boleh dipanggil mbak WiWin. WiWin berasal dari kata Win-100 punya Winnasis wkwkwkwk… Cewek ramping nan lincah inilah yang selalu melayani dan memuaskan birahi saya. Gairah yang meledak-ledak untuk menjelajahi Baluran, dialah alat pemuas itu.
Tapi namanya juga barang lama, menurut BBKB sih dikeluarkan tahun 89, ada saja rewel sana-sini. Yang suspensi bocor-lah, dibetulkan yang kanan, gantian kiri bocor; dibetulkan yang kiri, gantian kanan bocor lagi dan seterusnya; lampu mati (sampe 4x), kalburator macet di tengah hutan, bahkan yang paling keren adalah turun mesin sampe dua kali! Dan yang pasti STNKnya sudah mati!
Tapi justru itu yang membuat kemesraan kami tidak pernah pudar. Semakin hancur dia, semakin membuktikan kesetiaannya. Dan semakin saya berpeluh-peluh memperbaikinya, semakin mendekatkan hati kami berdua. Peleg depan itu sampai saya pilok hitam doff karena sudah berkarat gak ketulungan. Tempat air aki cuma tempelan. Gak ada lampu sign, apalagi klakson. Wuihhh… pokoknya motor lapangan bener deh. Mungkin karena itu semua yang membuat saya eman-eman kalo mau menjualnya (soalnya sudah terlanjur tekor banyak).
Tapi itulah WiWin. Motor tua yang saya beli dengan harga 6 juta di Malang, lalu saya setir sendiri menuju Baluran. Setibanya di Baluran, langsung ganti ring seker! Stang seker juga mulai terdengar suara berdentum yang pada akhirnya 2 tahun kemudian harus diperbarui semua jeroannya!
Ah, WiWin. Jika sehari adalah selama 24 jam, maka kau telah mengisi hariku 25 jam lamanya. Susunan organ mekanismu bahkan sudah menyatu dengan sistem biologisku. Kamu adalah makhluk manusia dalam konstelasi cinta Tuhan bagi semua ciptaanNya. Kamu adalah haru biru hari-hariku.
top!!!
Oalah… Pantes nek jenengmu ki Swiss Wiwinarsis, Kang… hahaha
Wah penggantine Marni berarti kuwi Ndezzz…tp jik mendingan Marni ketok e
**woo jangan salah, tendangane sangar iki ndes 😀